Terlarangkah Mengumumkan Kematian?

Oleh Brilly El-Rasheed

 

Sudah menjadi hal yang lazim di sekitar kita, bila ada kematian pasti akan diumumkan, baik melalui pengeras suara maupun lewat media komunikasi (televisi, telepon, dan koran).

Dalam hal ini para ulama terbagi menjadi dua pendapat, dikarenakan adanya perbedaan penafsiran dalil dalam tema bahasan ini. Pendapat pertama menilai, mengumumkan kematian itu terlarang sebab ada dalil yang melarang, yakni hadits Hudzaifah bin Al-Yaman yang berwasiat,

إِذَا مِتُّ فَلَا تُؤْذِنُوا بِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَكُونَ نَعْيًا فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى عَنْ النَّعْيِ

“Apabila aku mati, jangan beritahukan kepada orang lain, karena aku takut itu termasuk an-na`yu, dan aku pernah mendengar Rasulullah melarang an-na`yu.”

Apa yang didengar Hudzaifah tersebut terbukti keshahihannya, disampaikan Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya Rasulullah melarang an-na`yu, beliau bersabda, “Waspadalah dari an-na`yu, karena termasuk perbuatan jahiliyyah.”.” Kedua hadits ini diriwayatkan At-Tirmidzi.

Pendapat ini diriwayatkan juga dari Ibnu ‘Umar, Abu Sa’id, Alqamah, Sa’id bin Al-Musayyib, Ar-Rabi’ bin Khutsaim dan An-Nakha`i, seperti dicatat Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 4/74.

Pendapat kedua, dan ini adalah pendapat yang rajih (kuat), digulirkan oleh jumhur ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Asy-Syafi’i, Hanbali, dan lainnya, memilih bolehnya mengumumkan kematian, bahkan sebagian dari mereka menyebutnya sebagai sebuah sunnah.

Lanjutkan membaca “Terlarangkah Mengumumkan Kematian?”